Sunday, February 23, 2014

WhatsApp Story



Jan Koun, pendiri WhatsApp, lahir & besar di Ukraina dari keluarga yg relatif miskin. Saat usia 16 tahun ia nekat pindah ke amerika, demi mengejar apa yang kita kenal sebagai "American Dream". Di usia 17 tahun, ia hanya bisa makan dari jatah pemerintah. Ia nyaris menjadi gelandangan. Tidur beratap langit, beralaskan tanah.

Untuk bertahan hidup, dia bekerja sebagai tukang bersih supermarket. Hidup begtu pahit, begitu Koun membatin. Hidup mereka kian terjal saat ibunya di diagnosa kanker. Mereka lalu hidup hanya dengan tunjangan kesehatan seadanya. Koun lalu kuliah di san jose university. Tapi ia milih drop out. Ia lebih suka belajar programming secara otodidak. Karena keahliannya sebagai programer, jan koun, diterima bekerja sebagai engineer di Yahoo. Ia bekerja di yahoo selama 10 tahun. Di sini pula ia berteman akrab dengan brian acton.

Mereka berdua bikin WhatsApp pada tahun 2009 setelah resign dari Yahoo. Setelah resign dari Yahoo, mereka berdua sempat melamar ke Google. Ditolak. Google mungkin menyesal seumur hidup menolak lamaran mereka.

Setelah whatsApp resmi dibeli dg harga 209 triliun tadi pagi (22 Februari 2014), Jan Koun melakukan ritual yang mengharukan, Ia datang ke tempat dimana ia dulu setiap pagi antri untuk dapat jatah makan. Saat ia masih remaja miskin berusia 17 tahun. Ia menyandarkan kepalanya ke dinding tempat ia dulu antri. Mengenang saat bahkan untuk makan ia tidak punya uang. Pelan-pelan air matanya meleleh. Ia tak pernah menyangka perusahaannya dibeli dengan harga Rp 209 triliun.

Ia lalu terkenang ibunya yang sudah meninggal (karena kanker). Ibunya yg rela menjahit baju buat dia demi menghemat. Tak ada uang, nak.... Jan Koun tercenung. Ia menyesal tak pernah bisa mengabarkan berita ini kepada ibunya. "Di tempat ini, nasib hidup saya pernah dipertaruhkan...", begitu mungkin Jan Koun berbisik dalam hati. Rezeki mungkin datang dari arah yang tak terduga. Remaja miskin yang dulu dapat jatah makan... Semoga menjadi inspirasi buat kita semua.